Nasionalisme harus dibangun dari kecintaan terhadap bahasa Indonesia (ilustrasi). |
A. Perlu Edukasi
Masalah berkenaan penggunaan bahasa Indonesia dalam prikehidupan bangsa ini, sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Semua setuju, bahwa sejatinya bahasa Indonesia harus termanfaatkan pada semua lini kehidupan bangsa ini. Kritikan Jusuf Kalla (JK) kepada menteri transmigrasi pada program Transmigration Award beberapa waktu lalu, tentu kembali menghentak kita sebagai bangsa untuk tetap memperhatikan hal tersebut. JK ketika itu menegaskan akan lebih baik kalau memakai bahasa Indonesia, Penghargaan Transmigrasi.
Kejadian itu merupakan salah satu edukasi yang penting bagi bangsa ini. Seorang Wapres yang cinta terhadap bahasa Indonesia, tidak hanya teori tapi dia ingin kecintaan itu direalisasikan. Edukasi terhadap penggunaan bahasa Indonesia sejatinya diberikan kepada siapa saja terutama tokoh masyarakat menyerupai pemerintah. Edukasi tidak hanya berbentuk kuliah atau pencatatan, tetapi yang terpenting yakni pola atau keteladanan. Masyarakat akan sangat terayomi dalam hal kecintaan terhadap bahasa Indonesia dengan realitas di lapangan. Penggunaan bahasa Indonesia untuk informasi di tempat-tempat umum atau acara-acara formal seharusnya menjadi materi edukasi pemerintah terhadap masyarakatnya.
Pada tempat-tempat umum dan acara-acara pemerintahan biasa tertulis atau diganakan bahasa asing, padahal tak ada nilai tambah dari penggunaan tersebut. Hal tersebut justru kurang mengedukasi masyarakat dan mengarah pada menjauhkan masyarakat pada rasa nasionalisme. Mengapa harus di tulis WC? Akan lebih baik diganti toilet. Marina Beach menjadi Pantai Marina, Police Line menjadi Garis Polisi, Training of Trainer menjadi Pelatihan untuk Pelatih. Workshop diganti dengan sanggar kerja, problem solving menjadipemecahan masalah. Tentu masih banyak pola lain, yang secara keseluruhan tak menambah keunggulan sesuatu tersebut kalau memakai bahasa asing.
Subjek edukasi tentu saja tidak harus pemerintah dan objeknya juga tidak harus masyarakat. Tentu sanggup saja diputarbalik. Jika pemerintah tersebut alpa, maka risiko mereka harus menjadi objek edukasi dari masyarakatnya.
B. Nasionalisme
Mengapa harus bahasa asing? Salah satu balasan yang konkret yakni untuk lebih keren. Inilah balasan yang sama sekali tidak ilmiah. Sungguh ironis kalau balasan ini pula yang dilontarkan oleh pemerintah yang latah memakai bahasa gila pada penamaan gedung atau tempat umum yang dibangunnya. Memang terlihat sepele, namun hal ini akan sanggup mengakibatkan tergerusnya nasionalisme masyarakat sedikit demi sedikit. Masyarakat disuguhi oleh penamaan dalam bahasa gila pada hal-hal yang besar atau ingin dibesar-besarkan. Seyogianya penggunaan bahasa Indonesia lebih diutamakan disebabkan lantaran pemanfaatan atau yang memanfaatkan tempat-tempat umum tersebut yakni masyarakat Indoenesia. Selain itu, perlu menjaga semangat nasionalisme bangsa ini dengan gembira memakai bahasa bangsanya sendiri.
Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 perihal Bahasa Negara serta UU RI No. 24 Tahun 2009 perihal Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, merupakan dasar utama yang tidak tertolak betapa pentingnya memakai bahasa Indonesia, termasuk pada penamaan tempat-tempat umum dan pada kegiatan-kegiatan formal. Bangsa yang besar yakni bangsa yang gembira terhadap bahasa dan budayanya. Oleh lantaran itu, nasionalisme harus dibangun dari kecintaan terhadap bahasa Indonesia.
Pembangunan di seluruh pelosok negeri ini haruslah realistis. Tidak perlu saling mengumbar jargon, apalagi dengan memakai bahasa asing, hanya sekadar suatu tempat mau dinilai lebih dari tempat lainnya. Akan lebih baik kalau suatu tempat menjadikan penggunaan bahasa Indonesia pada semua bidang di tempat tersebut, sebagai suatu pujian tersendiri tempat tersebut. Tentu saja tidak termasuk di dalamnya bahwa tidak perlu berguru bahasa asing. Jika tempat lain masih memakai istilah “coffee morning” untuk pertemuan pagi hari pejabatnya, tentu lebih baik dan kreatif dipakai istilah “minum kopi di pagi hari”. Itu salah satu pola saja. SEKIAN.
*) Ditulis oleh MUH. SYUKUR SALMAN, Guru SDN 71 Parepare.
Anda juga sanggup mengirim goresan pena Anda ke
Advertisement